Pages

Senin, 27 Oktober 2014

DAMPAK NEGATIF FISIK DAN MENTAL PADA REMAJA YANG MENGALAMI BULLYING

 
 STOP BULLYING!!!

 
     Dampak negatif dari segi fisik dan mental pada anak dan remaja yang mengalami penindasan (bullying) mungkin terakumulasi hingga tahun-tahun selanjutnya. Peneliti menemukan remaja yang ditindas di masa lalunya dan yang sedang mengalami penindasan cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah.

Studi terbaru menunjukkan sementara anak-anak yang tidak pernah ditindas atau sekali saja mengalami penindasan cenderung lebih berkualitas hidupnya. Karena itu studi menyatakan perlu ditemukan cara yang lebih efektif untuk mengintervensi atau menghentikan bullying.
''Saya pikir ini menjadi bukti perlunya intervensi sejak awal dan secepat mungkin pada aksi bullying. Termasuk mencari cara ilmiah tentang bentuk intervensi,'' ujar Laura Bogart dari Boston Children's Hospital.
Di masa lalu, peneliti telah mensurvei bahwa murid di satu titik dalam waktu, anak-anak dan remaja yang pernah ditindas cenderung mendapat skor rendah dalam kesehatan fisik dan mentalnya. Tetapi sejumlah studi kemudian mencari tahu apakah ada kemungkinan dampak bullying terakumulasi sepanjang tahun.
Data yang dianalisa dari Healthy Passages yang meneliti murid di Alabama, Kalifornia, dan Tecas tentang seberapa besar pengalaman bullying yang dialami. Studi juga dilakukan terkait kesehatan fisik dan mentalnya. Sebanyak 4.297 murid yang duduk di kelas lima, tujuh, dan 10 diperiksa.
Hasilnya, satu per tiga murid secara rutin mengalami bullying. Secara umum, mereka yang pernah ditindas di masa lalu mendapat skor yang lebih baik pada kesehatan fisik dan mentalnya. Angka tersebut dibanding mereka yang sedang mengalami penindasan. Sedang remaja yang mengalami bullying sepanjang masa sekolahnya mendapat skor terburuk.
Kesehatan mental buruk mencakup perasaan sedih, takut, dan marah. Menurut Bogart, buruknya kesehatan fisik termasuk tidak suka berjalan jauh dan tidak mau mengangkat benda-benda berat.
''Saya rasa kunci untuk mengatasi ini adalah orang dewasa siapapun yang memiliki kontak dengan anak-anak harus mengetahui tanda-tanda bullying,'' kata Bogart. Ciri-ciri anak yang sedang ditindas namun tak selalu jelas. Bogart mengibaratkan, ''ada tanda-tanda fisik, tapi tidak selalu fisik.''
Contoh tanda non fisik misalnya ketika anak sedang ditindas, ia kerap tak mau pergi ke sekolah.

Tanda dan Gejala Korban Bullying

  • Fisik Muncul lebam, tergores, atau luka yang tak bisa dijelaskan.  Baju dan barang bawaan robek atau rusak.
  • Psikosomatis Nyeri yang tidak spesifik, sakit kepala, sakit perut, atau muncul sariawan.
  • Perilaku Terkait Sekolah Rasa takut saat berangkat atau pulang sekolah. Perubahan rute ke sekolah.  Takut naik bus atau angkutan umum.  Minta diantarkan ke sekolah.  Tidak mau sekolah atau kehilangan gairah belajar.  Pelajaran dan tugas sekolah mulai merosot.  Sepulang sekolah anak kelaparan karena uang jajan dipalak atau diminta secara paksa oleh orang lain.  Minta uang tambahan atau mencuri uang untuk diberikan kepada pem-bully.
  • Perubahan Dalam Perilaku Sosial Jumlah teman berkurang.  Tidak ingin keluar rumah. Jarang diundang teman untuk datang ke rumah mereka.
  • Indikator Emosional Terlihat kesal, mudah marah, tidak bahagia, sendirian, mudah menangis, tertekan, memisahkan diri dari lingkungan, dan depresi.  Berpikir untuk bunuh diri dan perubahan suasana hati atau mood yang negatif.
  • Terjadi Perubahan Perilaku yang Mengkhawatirkan Susah makan atau malah terlalu banyak makan.  Sulit tidur, mimpi buruk, mengompol, menangis saat tidur.
  • Indikator Kesehatan yang Memburuk Mudah lelah atau melorot kondisi fisiknya.  Menjadi rentan terhadap infeksi dan mudah kambuh penyakitnya.  Mengancam atau ingin bunuh diri
Karaktristik Sekolh Bulying Bullying juga berpengaruh pada sekolah dan masyarakat. Sekolah tempat bullying terjadi seringkali dicirikan dengan
  • Para siswa yang merasa tidak aman di sekolah
  • Rasa tidak memiliki dan ketidakadaan hubungan dengan masyarakat sekolah
  • Ketidakpercayaan di antara para siswa
  • Pembentukan gang formal dan informal sebagai alat untuk menghasut tindakan bullying atau melindungi kelompok dari tindak bullying
  • Tindakan hukum yang diambil menentang sekolah yang dilakukan oleh siswa dan orang tua siswa
  • Turunnya reputasi sekolah di masyarakat
  • Rendahnya semangat juang staf dan meningginya stress pekerjaan
  • Iklim pendidikan yang buruk
 
Pelaku Bullying
  • Pelaku utama Pelaku utama adalah pihak yang merasa lebih berkuasa dan berinisiatif melakukan tindak kekerasan baik secara fisik maupun psikologis terhadap korban
  • Pelaku pengikut Pelaku pengikut, yaitu pihak yang ikut melakukan bullying berdasarkan solidaritas kelompok atau rasa setia kawan, konformitas, tuntutan kelompok, atau untuk mendapatkan penerimaan atau pengakuan kelompok.
  • Saksi Di luar pihak pelaku dan korban sebenarnya ada sekelompok saksi, dimana saksi ini biasanya hanya bisa diam membiarkan kejadian berlangsung, tidak melakukan apapun untuk menolong korban, bahkan seringkali mendukung perlakuan bullying. Saksi cenderung tidak mau ikut campur disebabkan karena takut menjadi korban berikutnya, merasa korban pantas dibully, tidak mau menambah masalah atau tidak mau tahu.
Penyebab
  • Perjalanan seorang anak tumbuh menjadi remaja pelaku agresi cukup kompleks, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor; biologis, psikologis dan sosialkultural.  Secara biologis, ada kemungkinan bahwa beberapa anak secara genetik cenderung akan mengembangkan agresi dibanding anak yang lain. Dalam bukunya Developmental Psychopathology, Wenar & Kerig (2002) menambahkan bahwa agresi yang tinggi pada anak-anak dapat merupakan hasil dari abnormalitas neurologis.
  • Secara psikologis, anak yang agresif kurang memiliki kontrol diri dan sebenarnya memiliki ketrampilan sosial yang rendah; anak-anak ini memiliki kemampuan perspective taking yang rendah, empati terhadap orang lain yang tidak berkembang, dan salah mengartikan sinyal atau tanda-tanda sosial, mereka yakin bahwa agresi merupakan cara pemecahan masalah yang tepat dan efektif. Jika kita runut dari lingkungan keluarga, anak-anak yang mengembangkan perilaku agresif tumbuh dalam pengasuhan yang tidak kondusif;  anak mengalami kelekatan (attachment) yang tidak aman dengan pengasuh terdekatnya, orang tua menerapkan disiplin yang terlalu keras ataupun terlalu longgar, dan biasanya ditemukan masalah psikologis pada orang tua; konflik suami-istri, depresi, bersikap antisosial, dan melakukan tindak kekerasan pada anggota keluarganya.
  • Faktor pubertas dan krisis identitas, yang normal terjadi pada perkembangan remaja. Dalam rangka mencari identitas dan ingin eksis, biasanya remaja lalu gemar membentuk geng. Geng remaja sebenarnya sangat normal dan bisa berdampak positif, namun jika orientasi geng kemudian ’menyimpang’ hal ini kemudian menimbulkan banyak masalah. Dari relasi antar sebaya juga ditemukan bahwa beberapa remaja menjadi pelaku bullying karena ’balas dendam’ atas perlakuan penolakan dan kekerasan yang pernah dialami sebelumnya (misalnya saat di SD atau SMP).
  • Secara sosiokultural, bullying dipandang sebagai wujud rasa frustrasi akibat tekanan hidup dan hasil imitasi dari lingkungan orang dewasa. Tanpa sadar, lingkungan memberikan referensi kepada remaja bahwa kekerasan bisa menjadi sebuah cara pemecahan masalah.  Misalnya saja lingkungan preman yang sehari-hari dapat dilihat di sekitar mereka dan juga aksi kekerasan dari kelompok-kelompok massa. Belum lagi tontotan-tontonan kekerasan yang disuguhkan melalui media visual. Walaupun tak kasat mata, budaya feodal dan senioritas pun turut memberikan atmosfer dominansi dan menumbuhkan perilaku menindas.
Dampak

  • Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang dialami korban bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak psikis. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.
  • Dampak Jangka Panjang Hilda (2009) menjelaskan bullying tidak hanya berdampak terhadap korban, tapi juga terhadap pelaku, individu yang menyaksikan dan iklim sosial yang pada akhirnya akan berdampak terhadap reputasi suatu komunitas. Terdapat banyak bukti tentang efek-efek negatif jangka panjang dari tindak bullying pada para korban dan pelakunya. Pelibatan dalam bullying sekolah secara empiris teridentifikasi sebagai sebuah faktor yang berkontribusi pada penolakan teman sebaya, perilaku menyimpang, kenalakan remaja, kriminalitas, gangguan psikologis, kekerasan lebih lanjut di sekolah, depresi, dan ideasi bunuh diri. Efek-efek ini telah ditemukan berlanjut pada masa dewasa baik untuk pelaku maupun korbannya
  • Gangguan Emosi Korban biasanya akan merasakan berbagai emosi negatif, seperti marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam, tetapi tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan tidak berharga. Bahkan, tak jarang ada yang ingin keluar dan pindah ke sekolah lain. Apabila mereka masih bertahan di situ, mereka biasanya terganggu konsentrasi dan prestasi belajarnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
  • Dampak Psikologis Dampak psikologis yang lebih berat adalah kemungkinan untuk timbulnya masalah pada korban, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, dan ingin bunuh diri.
  • Konsentrasi Belajar Terganggu Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
  • Depresi dan Marah Terhadap Diri sendiri Coloroso (2006) mengemukakan bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan.
  • Gangguan Akademik Sekolah Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks (1993, dalam Northwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.
Penanganan
  • Paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.
  • Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara. Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid.
Pencegahan
  • Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak kekeraran di kalangan remaja, diperlukan peran dari semua pihak yang terkait dengan lingkungan kehidupan remaja.
  • Sedini mungkin, anak-anak memperoleh lingkungan yang tepat. Keluarga-keluarga semestinya dapat menjadi tempat  yang nyaman untuk anak dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaannya. Orang tua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain.
  • Berikan penguatan atau pujian pada perilaku pro sosial yang ditunjukkan oleh anak. Selanjutnya dorong anak untuk mengambangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan-kegiatan dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah.
  • Selama ini, kebanyakan guru tidak terlalu memperhatikan apa yang terjadi di antara murid-muridnya. Sangat penting bahwa para guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pencegahan dan cara mengatasi bullying.
  • Kurikulum sekolah dasar semestinya mengandung unsur pengembangan sikap prososial dan guru-guru memberikan penguatan pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.
  • Jangan anggap remeh Masih banyak orangtua yang menganggap kakak kelas mengintimidasi adik kelas sebagai sebuah tradisi, demikian juga  perlakuan kasar yang diterima anak dari temannya sering diabaikan karena akan berlalu seiring dengan waktu. Saatnya untuk mengubah pandangan tersebut. Jalin komunikasi yang dalam dengan anak, berilah perhatian lebih bila anak tiba-tiba murung dan malas ke sekolah.
  • Ajari anak untuk melindungi dirinya Ajari anak untuk bersikap self defense dalam arti menhindari diri dari korban atau pelaku kekerasan. Katakan kepadanya, “Kalau kamu dipukul temanmu, kamu harus memberitahukan kepada Ibu Guru.” Bukan malah mengajarkan perilaku membalas atau menggunakan kekuatan dalam mempertahankan diri. Selain itu, ajarkan pula untuk bersikap asertif atau mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang memang seharusnya tidak dilakukan. Selain itu, jangan biasakan anak membawa barang mahal atau uang berlebih ke sekolah karena bisa berpotensi menjadi incaran pelaku bullying. Pupuk kepercayaan diri anak, misalnya dengan aktif mengikuti kegiatan ekskul.
  • Bina relasi dengan guru dan orangtua murid Bina relasi dan komunikasi yang baik dengan guru di sekolah atau orangtua murid lainnya. Anda bisa mendapatkan informasi adanya kasus bullying atau melaporkan kepada guru bila si kecil bercerita mengenai temannya yang dipukul, misalnya.
Pemberdayaan individual bagi anak
  • Beri kesempatan agar anak mau mengomunikasikan secara terbuka kepada orangtua, guru, atau orang dewasa lain yang mereka percaya dapat membantu mereka. Pupuk kedekatan hubungan, hargai perasaannya jika sedang curhat, tidak menyelamatkannya dari emosi negatif, tetapi berdayakan dia. Mengalami kondisi sulit akan membentuk daya tahan baginya.
  • Katakan kepada anak bahwa tidak ada satu pun cara yang paling tepat untuk menghadapi bullying, satu cara yang terlihat benar bagi seseorang mungkin tidak sesuai untuk yang lain. Yang penting adalah bahwa anak sudah mencoba, mengetahui berbagai pilihan cara, dan dapat memutuskan siapa yang dapat membantunya sejauh ini. Saran untuk mengabaikan tindakan pelaku bisa saja diberikan, tetapi tidak selalu berhasil. Perlu dilakukan strategi lainnya.
  • Latih anak untuk berani bicara, dengan kata lain bertindak asertif. Biarkan pelaku tahu bahwa anak tidak nyaman dengan perlakuannya, tetapi dengan kata-kata yang tidak balik menyakiti dan tidak membiarkan tindakan bullying terus berlangsung. Anak sebagai korban memiliki hak untuk membela diri, dan ada cara cerdas untuk melakukannya. Pastikan anak berbicara dengan cara yang memecahkan masalah dan tidak menciptakan lebih banyak masalah dengan orang lain.
Tips agar anak sebagai korban terlihat kuat dan dapat bertahan menghadapi pelaku
  • Bertindak percaya diri: tegakkan kepala dan bahu, tataplah mata pelaku tanpa bermaksud menantang dan jaga suara agar tetap stabil saat berbicara. Bertindak percaya diri akan membantu anak merasa lebih percaya diri.
  • Menjauh: jika rasa percaya diri anak memudar, minta anak menjauh dari situasi tersebut.
  • Usahakan tetap tenang: anak dilatih untuk mencoba berekspresi terganggu atau bosan. Jangan biarkan si pelaku tahu dia berhasil mengganggunya.
  • Mendinginkan diri: dengan minum atau memercikkan air di wajah untuk membantu menenangkan perasaan panas.
  • Bernapas dalam-dalam. Menarik napas untuk memasukkan rasa percaya diri dan kekuatan, dan mengeluarkan perasaan stres dan khawatir.
  • Lepaskan saja: berpikir tentang orang dewasa di sekolah yang dapat mendengarkan dan membantu jika anak mengalami hari yang berat. Jika tidak ada, tuliskan perasaan sehingga anak dapat membicarakannya ketika sampai di rumah.
  • Latih anak agar tidak mencoba untuk membalas dendam, karena dua kesalahan tidak membuat menjadi benar. Tidak meminta orang lain untuk berpihak, karena hanya akan terus melanjutkan pertengkaran. Tidak tinggal di rumah untuk menghindari si pengganggu di sekolah. Jangan bertindak histeris-hindari berteriak, merengek, dan kehilangan kontrol.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About