MENGANTUK SAAT MEMBACA. APA PENYEBABNYA?
“Scripta manent verba volant—yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin.” (dalam Muhidin M. Dahlan, “Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta,” Media Abadi, Yogyakarta, 2004:7).
“Bukumu bukanlah bukumu, maka jangan lukai dia..!! karena jika kau melukainya sama saja engkau melukai dirimu sendiri.” (Ismantoro Dwi Yuwono, Yogyakarta 28 Agustus 2013).
Penyebab Utama Orang Mengantuk Saat Membaca
Permasalahanan serius yang sering dihadapi oleh sebagian banyak orang, diantaranya, adalah mengantuk saat membaca. Tidak hanya mengantuk, bahkan seringkali terjadi orang jatuh tertidur saat mambaca. Tulisan ini akan melacak apa penyebabnya dan apa solusinya?
Secara garis besar ada dua masalah yang menyebabkan orang mengantuk saat membaca, yakni, pertama masalah fisik, dan kedua masalahan yang berkaitan dengan strategi dalam membaca. Kedua masalah inilah yang memberikan tantangan terbesar saat orang sedang membaca, masalah yang harus diketahui oleh setiap orang. Tentu saja, orang harus mengetahuinya untuk melakukan perlawanan terhadap “monster” mengantuk demi memperoleh “kemenangan” dalam membaca, yakni: mengatasi rasa kantuk dan merengkuh keberhasilan maksimal dalam menyerap pemahaman yang terkandung di dalam bahan bacaan yang sedang dibaca!
Masalah Fisik
Masalah pertama yang harus diberesi oleh orang yang seringkali mengantuk saat membaca adalah masalah kelelahan fisik. Saat membaca memang dibutuhkan kondisi tubuh yang tidak capek/lelah, karena ketika tubuh terasa lelah dan orang memaksakan diri untuk membaca, maka dapat dipastikan tidak lama kemudian dihitung ketika orang mulai membaca, maksimal hanya bertahan 20 menit, orang akan diserang rasa kantuk yang sangat hebat.
Jika orang memaksakan diri untuk tetap membaca dalam keadaan fisik yang lelah, sama saja orang yang bersangkutan sedang melakukan perlawanan yang sia-sia terhadap fisiknya sendiri yang menuntut untuk diistirahatkan. Perlawanan yang mengespresikan kontradiksi di dalam satu tubuh—di satu pihak mental orang yang bersangkutan berusaha untuk melawan tubuh yang lelah dan dipihak lain mental orang tersebut melakukan mekanisme defensif dan serangan tanpa ampun terhadap tubuh yang diwujudkan dalam bentuk mengantuk—ini sebenarnya adalah ekspresi dari serangan mental manusia untuk menstabilkan metabolisme dalam tubuh manusia itu sendiri. Serangan mental ini, terpasang secara genetik, sangat kuat sehingga tubuh tidak akan bisa melawannya.
Ya, ketika orang megantuk dan kemudian jatuh tertidur pada saat membaca pada saat itulah sebenarnya mental manusia melakukan negasi terhadap perlawanan tubuh demi menumbangkan tubuh yang lelah. Ketika tubuh tumbang (tertidur) bukan berarti mental manusia menghancurkan tubuh, tetapi justru memulihkan tubuh dari kelelahan yang sedang dialaminya. Untuk itulah perlu kirannya orang beristirahat terlebih dahulu sebelum membaca apabila orang yang bersangkutan merasa lelah.
Kelelahan Fisik: Mata dan Otak
Kelelahan fisik tidak hanya dapat terjadi pada tubuh manusia karena aktifitas yang dilakukannya, misalnya karena bepergian, berkendaraan dalam jangka waktu yang cukup lama, membantu tetangga merenovasi rumah, dan berbagai aktifitas fisik lainnya, tetapi bisa juga terjadi pada ketidakbiasaan mata dan otak memindai dan menyerap pesan-pesan yang terdapat di dalam bahan bacaan, terlebih lagi apabila bahan bacaan yang sedang dibaca adalah bahan bacaan yang tergolong berat bisa dipastikan belum sampai pada akhir 1 halaman orang akan menguap, mata terlihat berair atau berkaca-kaca dan akhirnya tertidur.
Mata dan otak manusia sama seperti halnya bagian-bagian fisik lainnya pada tubuh manusia, untuk melakukan aktifitas yang menuntut kebugaran dan konsentrasi diperlukan pembiasaan. Jika pembiasaan tidak dilakukan dan kemudian fisik diperintahkan [secara paksa] untuk melakukan tindakan yang jarang bahkan tidak pernah dilakukannya sudah pasti fisik akan melawannya dalam bentuk rasa sakit dan pegal-pegal disekujur tubuh. Misalnya, orang yang jarang atau tidak pernah bermain bulu tangkis, pada suatu hari dia melakukan permainan itu selama beberapa jam. Setelah permainan itu usai, dapat dipastikan keesokan harinya tubuh orang tersebut akan terasa sakit dan pegal-pegal. Hal ini sama seperti halnya kegiatan membaca, jika orang jarang atau tidak pernah membaca, apabila orang pada suatu ketika membaca, maka reaksi dari fisik (mata dan otak) orang tersebut adalah serangan rasa kantuk yang maha hebat walau pun pada saat itu tubuh konkretnya tidak dalam keadaan lelah bahkan dalam keadaan segar-bugar.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah tidak lain adalah membiasakan diri membaca buku. Memang untuk membiasakan diri membaca buku dibutuhkan kesabaran dan militansi yang kuat dan konsisten, karena tiadanya kesabaran dan militansi yang kuat dan konsisten tidak mungkin orang dapat melatih kebiasaannya dalam membaca sehingga ketika orang sudah terbiasa membaca, orang tidak akan diserang oleh rasa kantuk pada saat membaca. Setiap usaha pasti ada aral melintang dan setiap usaha membutuhkan pengorbanan, oleh karena itu hadapilah aral melintang yang menghadang dan berikanlah pengorbanan demi mengalahkan “monster” mengantuk saat membaca.
Karl Marx, dalam kata pengantarnya (18 Maret 1872) untuk buku “Das Kapital Jilid ke-1” yang ditulis dan diterbitkannya sendiri, mengatakan bahwa dibidang ilmu tidak ada jalan raya, dan hanya mereka yang tidak gentar akan pendakian jalan curam yang melelahkan itu yang mempunyai harapan untuk mencapai puncak-puncak pencerahan. Dari apa yang dikatakan oleh Marx tersebut, dapatlah ditarik garis pemahaman bahwa untuk mengalahkan “monster” mengantuk dan merengkuh tujuan dalam membaca, maka orang yang bersangkutan harus memiliki komitmen yang kuat untuk bersusah payah terlebih dahulu. Ibarat kata satu jam penderitaan yang kemudian diikuti oleh enam jam kesenangan itu lebih baik, ketimbang enam jam kesenangan yang kemudian diikuti oleh enam jam penderitaan. Kalau dalam bahasa populer yang familiar dikenal orang-orang Indonesia: “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Jadilah Seorang Pembaca Yang Menuntut
Selain penyebab-penyebab tersebut, penyebab lainnya yang membuat orang mengantuk saat membaca adalah karena tidak adanya strategi membaca yang menuntut dari orang yang sedang membaca. Maksud dari strategi membaca yang menuntut adalah ketika orang membaca, seharusnya sama seperti halnya orang antusias menonton sebuah film, memiliki rasa ingin tahu dan penasaran terhadap jalan cerita. Berangkat dari rasa ingin tahu dan penasaran inilah kemudian orang akan “memasang” pertanyaan di dalam mentalnya yang akan terjawab setelah film yang ditontonnya telah selesai atau sudah The End.
Untuk menjaga agar seorang pembaca tetap bisa berkonsentrasi terhadap bahan bacaan yang sedang dihadapinya dan tidak mengantuk, maka orang yang bersangkutan perlu untuk menjalankan strategi untuk selalu bertanya sepanjang aktifitas membacanya. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan saat membaca, hal ini akan menjaga pembaca terus ingin tahu dan panasaran untuk memperoleh jawabannya, sehingga hal ini akan “memaksa”-nya untuk terus berkonsentrasi yang kemudian akan berimbas pada terusirnya rasa kantuk dari diri si pembaca.
Adapun pertanyaan yang dapat diajukan oleh si pembaca terhadap bahan bacaan yang sedang dihadapinya adalah pertanyaan-pertanyaan yang berakar pada rasa ingin tahu dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman. Rasa ingin tahu terhadap ide apa yang terekam di dalam bahan bacaan dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman ketika rasa ingin tahu itu sudah terlampiaskan. Misalnya orang dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut sepanjang orang tersebut tenggelam dalam dalam buku yang dibacanya:
1. Bagaimana keseluruhan buku atau bahan bacaan mengulas permasalahan yang dimunculkannya?
2. Apa yang dikatakan secara detail oleh bahan bacaan? Dan bagaimana?
3. Apakah solusi terhadap permasalahan yang dirumuskan oleh bahan bacaan benar secara keseluruhan atau sebagian?
4. Apa pentingnya solusi yang diberikan tersebut bagi kepentingan praxis dan peningkatan kualitas hidup?
Ke-4 pertanyaan tersebut hanyalah contoh saja dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari rasa keingin tahuan dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman dalam membaca demi untuk tetap menjaga konsentrasi dan mengusir rasa mengantuk, pembaca dapat bekreasi sendiri untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap oleh pembaca dapat memicu rasa ingin tahu dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman.
Aktif Mencatat Ketika Sedang Membaca
Marx dalam tulisannya menegaskan bahwa komoditi yang berada di bawah kekuasaan pemiliknya, dalam sistem kapitalisme, jiwa dan raganya tunduk-patuh-membudak pada pemiliknya. Artinya pemiliknya memiliki kekuasaan mutlak terhadap komoditi yang dikuasainya (baca: dimiliki), apakah komoditi miliknya itu mau dirawat dan dijaganya dengan baik atau apakah akan dirusak bahkan dihancurkan, itu semua terserah kepada pemiliknya (lihat: Kar Marx, “Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politi (Buku Pertama: Proses Produksi Kapital),” Hasta Mitra, Tanpa Nama Kota, 2004:57).
Apa yang dikatakan oleh Marx tersebut adalah komoditi yang berada di bawah “tatapan mata” sistem kapitalisme yang secara legal tindakan itu dilegitimasi dan dilindungi oleh hukum negara dalam kerangka hukum privat-keperdataan. Namun, menurut penulis, dalam tradisi Marxis hal itu tidak boleh dibenarkan, kecuali merawat dan menjaganya dengan baik, karena komoditi walaupun merupakan hak milik yang berada di bawah kekuasaan orang per orang di dalam tubuhnya mengandung kepemilikan secara kolektif. Apa maksud dari kepemilikan secara kolektif ini dan apa hubungannya dengan tema besar dari tulisan ini, “Mengantuk Saat Membaca. Apa Penyebabnya”?! Berikut ini penulis akan menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran penulis:
Komoditi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai produksi dari hasil curahan kerja manusia yang mengandung nilai pakai dan nilai tukar. Wacana tentang nilai pakai dan nilai tukar, terkait dengan bahasan tema tulisan ini, akan penulis perluas pengertiannya sebagai berikut.
Ketika orang sedang membaca, pada saat itulah sebenarnya orang sedang menikmati nilai pakai dari bahan bacaan yang sedang berada di hadapannya. Dimana letak nilai pakainya? Jawab: Pada saat si pembaca berusaha menyerap pemahaman yang dijabarkan dalam bahan bacaan dan kemudian dari situ dia berdialektika dengan sang penulisnya melalui berbagai pertanyaan yang diajukan oleh si pembaca (silahkan lihat kembali strategi mengatasi ngantuk saat membaca dengan cara mengajukan pertanyaan yang telah penulis sampaikan di muka). Pada saat pembaca berdialektika tersebutlah sebenarnya pembaca sedang melakukan pertukaran materi—pemikiran antara dirinya dengan sang penulis. Dialektika inilah yang akan membuat penulis terus terjaga (melotot terus tanpa harus disogok oleh kopi hitam) dan tidak mengantuk saat membaca.
Untuk memperkuat terjadinya dialektika antara pembaca dan sang penulis, menurut penulis, harus ada aktifitas menandai dan mencatat hal-hal yang dianggap penting oleh pembaca di dalam sebuah buku catatan tersendiri, bukan di atas bahan bacaan yang sedang ada dihadapannya. Mengapa pembaca harus mencatatnya di sebuah buku catatan tersendiri, misalnya di sebuah buku tulis? Karena, sebagaimana telah penulis sampaikan di muka, walau pun buku yang ada dihadapan pembaca adalah miliki pembaca sendiri, namun di dalam tradisi Marxis bahan bacaan tersebut mengandung kepemilikan secara kolektif. Artinya, buku yang pembaca miliki itu, sebenarnya tidak hanya pembaca saja yang memiliki kepentingan untuk membacanya, ada kemungkinan, entah kawan pembaca, sahabat pembaca, saudara pembaca, atau bahkan pewaris pembaca saat pembaca telah meninggal dunia (is dead!) juga memiliki kepentingan untuk membacanya. Ketika pihak lain membaca buku yang pada saat itu berada di hadapan pembaca, belum tentu kan ketika mereka membaca mengangap penting kalimat-kalimat yang telah pembaca tandai dan memberikan catatan ditepi-marjin bahan bacaan tersebut. Sadarilah bahwa mereka memiliki perspektif sendiri mana yang dianggapnya penting dan tidak terhadap bahan bacaan tersebut. Dengan anda memberikan coret-coret di dalam bahan bacaan yang sedang anda baca tersebut, sama saja anda merusak semangat koletifisme/kebersamaan yang terkandung di dalam bahan bacaan tersebut. Berdosalah orang yang suka corat-coret di buku bacaan, walau pun buku itu miliknya sendiri..!! J ... orang yang suka corat-coret diatas bahan bacaan akan aku kutuk menjadi kutu buku! *ha..ha..ha.. kutukannya kontradiktif banget ya...*
Jadi, berangkat dari apa yang telah disampaikan oleh Karl Marx, kalau dalam sistem kapitalisme orang bebas untuk merusak dan menghancurkan benda materil—komoditi (baca: bahan bacaan/jurnal/majalah/buku) yang dimiliki secara individual, namun di dalam semangat tradisi Marxisme, hal itu tidak dibenarkan. Walau pun bahan bacaan adalah milik pribadi si pembacanya, bahan bacaan tersebut mengandung adanya kepemilikan secara kolektif. Dan, oleh karena itulah pemiliknya harus merawatnya dan menjaganya seperti menjaga nyawanya sendiri: mencoret-coret berarti menghina dan membahayakan nyawanya sendiri *lebay ah..!!*
Berangkat dari apa yang telah penulis sampaikan tersebut, sekali lagi penulis tegaskan bahwa penulis tidak setuju apabila dalam melakukan aktifitas membaca, pembaca mencoret-coret (baca: memberikan tanda, mencatat hal-hal penting, atau membuat pertanyaan) buku yang sedang dibacanya. Menurut penulis, coret-coret itu sangat perlu dilakukan oleh pembaca untuk mengatasi masalah mengantuk pada saat membaca dan merengkuh secara maksimal pemahaman yang diperoleh oleh pembaca dari bahan bacaan terkait, namun hal tersebut harus dilakukan di dalam sebuah buku catatan (misalnya buku tulis kosong) secara terpisah.
“Bukumu bukanlah bukumu, maka jangan lukai dia..!! karena jika kau melukainya sama saja engkau melukai dirimu sendiri.” (Ismantoro Dwi Yuwono, Yogyakarta 28 Agustus 2013).
Penyebab Utama Orang Mengantuk Saat Membaca
Permasalahanan serius yang sering dihadapi oleh sebagian banyak orang, diantaranya, adalah mengantuk saat membaca. Tidak hanya mengantuk, bahkan seringkali terjadi orang jatuh tertidur saat mambaca. Tulisan ini akan melacak apa penyebabnya dan apa solusinya?
Secara garis besar ada dua masalah yang menyebabkan orang mengantuk saat membaca, yakni, pertama masalah fisik, dan kedua masalahan yang berkaitan dengan strategi dalam membaca. Kedua masalah inilah yang memberikan tantangan terbesar saat orang sedang membaca, masalah yang harus diketahui oleh setiap orang. Tentu saja, orang harus mengetahuinya untuk melakukan perlawanan terhadap “monster” mengantuk demi memperoleh “kemenangan” dalam membaca, yakni: mengatasi rasa kantuk dan merengkuh keberhasilan maksimal dalam menyerap pemahaman yang terkandung di dalam bahan bacaan yang sedang dibaca!
Masalah Fisik
Masalah pertama yang harus diberesi oleh orang yang seringkali mengantuk saat membaca adalah masalah kelelahan fisik. Saat membaca memang dibutuhkan kondisi tubuh yang tidak capek/lelah, karena ketika tubuh terasa lelah dan orang memaksakan diri untuk membaca, maka dapat dipastikan tidak lama kemudian dihitung ketika orang mulai membaca, maksimal hanya bertahan 20 menit, orang akan diserang rasa kantuk yang sangat hebat.
Jika orang memaksakan diri untuk tetap membaca dalam keadaan fisik yang lelah, sama saja orang yang bersangkutan sedang melakukan perlawanan yang sia-sia terhadap fisiknya sendiri yang menuntut untuk diistirahatkan. Perlawanan yang mengespresikan kontradiksi di dalam satu tubuh—di satu pihak mental orang yang bersangkutan berusaha untuk melawan tubuh yang lelah dan dipihak lain mental orang tersebut melakukan mekanisme defensif dan serangan tanpa ampun terhadap tubuh yang diwujudkan dalam bentuk mengantuk—ini sebenarnya adalah ekspresi dari serangan mental manusia untuk menstabilkan metabolisme dalam tubuh manusia itu sendiri. Serangan mental ini, terpasang secara genetik, sangat kuat sehingga tubuh tidak akan bisa melawannya.
Ya, ketika orang megantuk dan kemudian jatuh tertidur pada saat membaca pada saat itulah sebenarnya mental manusia melakukan negasi terhadap perlawanan tubuh demi menumbangkan tubuh yang lelah. Ketika tubuh tumbang (tertidur) bukan berarti mental manusia menghancurkan tubuh, tetapi justru memulihkan tubuh dari kelelahan yang sedang dialaminya. Untuk itulah perlu kirannya orang beristirahat terlebih dahulu sebelum membaca apabila orang yang bersangkutan merasa lelah.
Kelelahan Fisik: Mata dan Otak
Kelelahan fisik tidak hanya dapat terjadi pada tubuh manusia karena aktifitas yang dilakukannya, misalnya karena bepergian, berkendaraan dalam jangka waktu yang cukup lama, membantu tetangga merenovasi rumah, dan berbagai aktifitas fisik lainnya, tetapi bisa juga terjadi pada ketidakbiasaan mata dan otak memindai dan menyerap pesan-pesan yang terdapat di dalam bahan bacaan, terlebih lagi apabila bahan bacaan yang sedang dibaca adalah bahan bacaan yang tergolong berat bisa dipastikan belum sampai pada akhir 1 halaman orang akan menguap, mata terlihat berair atau berkaca-kaca dan akhirnya tertidur.
Mata dan otak manusia sama seperti halnya bagian-bagian fisik lainnya pada tubuh manusia, untuk melakukan aktifitas yang menuntut kebugaran dan konsentrasi diperlukan pembiasaan. Jika pembiasaan tidak dilakukan dan kemudian fisik diperintahkan [secara paksa] untuk melakukan tindakan yang jarang bahkan tidak pernah dilakukannya sudah pasti fisik akan melawannya dalam bentuk rasa sakit dan pegal-pegal disekujur tubuh. Misalnya, orang yang jarang atau tidak pernah bermain bulu tangkis, pada suatu hari dia melakukan permainan itu selama beberapa jam. Setelah permainan itu usai, dapat dipastikan keesokan harinya tubuh orang tersebut akan terasa sakit dan pegal-pegal. Hal ini sama seperti halnya kegiatan membaca, jika orang jarang atau tidak pernah membaca, apabila orang pada suatu ketika membaca, maka reaksi dari fisik (mata dan otak) orang tersebut adalah serangan rasa kantuk yang maha hebat walau pun pada saat itu tubuh konkretnya tidak dalam keadaan lelah bahkan dalam keadaan segar-bugar.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah tidak lain adalah membiasakan diri membaca buku. Memang untuk membiasakan diri membaca buku dibutuhkan kesabaran dan militansi yang kuat dan konsisten, karena tiadanya kesabaran dan militansi yang kuat dan konsisten tidak mungkin orang dapat melatih kebiasaannya dalam membaca sehingga ketika orang sudah terbiasa membaca, orang tidak akan diserang oleh rasa kantuk pada saat membaca. Setiap usaha pasti ada aral melintang dan setiap usaha membutuhkan pengorbanan, oleh karena itu hadapilah aral melintang yang menghadang dan berikanlah pengorbanan demi mengalahkan “monster” mengantuk saat membaca.
Karl Marx, dalam kata pengantarnya (18 Maret 1872) untuk buku “Das Kapital Jilid ke-1” yang ditulis dan diterbitkannya sendiri, mengatakan bahwa dibidang ilmu tidak ada jalan raya, dan hanya mereka yang tidak gentar akan pendakian jalan curam yang melelahkan itu yang mempunyai harapan untuk mencapai puncak-puncak pencerahan. Dari apa yang dikatakan oleh Marx tersebut, dapatlah ditarik garis pemahaman bahwa untuk mengalahkan “monster” mengantuk dan merengkuh tujuan dalam membaca, maka orang yang bersangkutan harus memiliki komitmen yang kuat untuk bersusah payah terlebih dahulu. Ibarat kata satu jam penderitaan yang kemudian diikuti oleh enam jam kesenangan itu lebih baik, ketimbang enam jam kesenangan yang kemudian diikuti oleh enam jam penderitaan. Kalau dalam bahasa populer yang familiar dikenal orang-orang Indonesia: “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Jadilah Seorang Pembaca Yang Menuntut
Selain penyebab-penyebab tersebut, penyebab lainnya yang membuat orang mengantuk saat membaca adalah karena tidak adanya strategi membaca yang menuntut dari orang yang sedang membaca. Maksud dari strategi membaca yang menuntut adalah ketika orang membaca, seharusnya sama seperti halnya orang antusias menonton sebuah film, memiliki rasa ingin tahu dan penasaran terhadap jalan cerita. Berangkat dari rasa ingin tahu dan penasaran inilah kemudian orang akan “memasang” pertanyaan di dalam mentalnya yang akan terjawab setelah film yang ditontonnya telah selesai atau sudah The End.
Untuk menjaga agar seorang pembaca tetap bisa berkonsentrasi terhadap bahan bacaan yang sedang dihadapinya dan tidak mengantuk, maka orang yang bersangkutan perlu untuk menjalankan strategi untuk selalu bertanya sepanjang aktifitas membacanya. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan saat membaca, hal ini akan menjaga pembaca terus ingin tahu dan panasaran untuk memperoleh jawabannya, sehingga hal ini akan “memaksa”-nya untuk terus berkonsentrasi yang kemudian akan berimbas pada terusirnya rasa kantuk dari diri si pembaca.
Adapun pertanyaan yang dapat diajukan oleh si pembaca terhadap bahan bacaan yang sedang dihadapinya adalah pertanyaan-pertanyaan yang berakar pada rasa ingin tahu dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman. Rasa ingin tahu terhadap ide apa yang terekam di dalam bahan bacaan dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman ketika rasa ingin tahu itu sudah terlampiaskan. Misalnya orang dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut sepanjang orang tersebut tenggelam dalam dalam buku yang dibacanya:
1. Bagaimana keseluruhan buku atau bahan bacaan mengulas permasalahan yang dimunculkannya?
2. Apa yang dikatakan secara detail oleh bahan bacaan? Dan bagaimana?
3. Apakah solusi terhadap permasalahan yang dirumuskan oleh bahan bacaan benar secara keseluruhan atau sebagian?
4. Apa pentingnya solusi yang diberikan tersebut bagi kepentingan praxis dan peningkatan kualitas hidup?
Ke-4 pertanyaan tersebut hanyalah contoh saja dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari rasa keingin tahuan dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman dalam membaca demi untuk tetap menjaga konsentrasi dan mengusir rasa mengantuk, pembaca dapat bekreasi sendiri untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap oleh pembaca dapat memicu rasa ingin tahu dan nafsu untuk meningkatkan pemahaman.
Aktif Mencatat Ketika Sedang Membaca
Marx dalam tulisannya menegaskan bahwa komoditi yang berada di bawah kekuasaan pemiliknya, dalam sistem kapitalisme, jiwa dan raganya tunduk-patuh-membudak pada pemiliknya. Artinya pemiliknya memiliki kekuasaan mutlak terhadap komoditi yang dikuasainya (baca: dimiliki), apakah komoditi miliknya itu mau dirawat dan dijaganya dengan baik atau apakah akan dirusak bahkan dihancurkan, itu semua terserah kepada pemiliknya (lihat: Kar Marx, “Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politi (Buku Pertama: Proses Produksi Kapital),” Hasta Mitra, Tanpa Nama Kota, 2004:57).
Apa yang dikatakan oleh Marx tersebut adalah komoditi yang berada di bawah “tatapan mata” sistem kapitalisme yang secara legal tindakan itu dilegitimasi dan dilindungi oleh hukum negara dalam kerangka hukum privat-keperdataan. Namun, menurut penulis, dalam tradisi Marxis hal itu tidak boleh dibenarkan, kecuali merawat dan menjaganya dengan baik, karena komoditi walaupun merupakan hak milik yang berada di bawah kekuasaan orang per orang di dalam tubuhnya mengandung kepemilikan secara kolektif. Apa maksud dari kepemilikan secara kolektif ini dan apa hubungannya dengan tema besar dari tulisan ini, “Mengantuk Saat Membaca. Apa Penyebabnya”?! Berikut ini penulis akan menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran penulis:
Komoditi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai produksi dari hasil curahan kerja manusia yang mengandung nilai pakai dan nilai tukar. Wacana tentang nilai pakai dan nilai tukar, terkait dengan bahasan tema tulisan ini, akan penulis perluas pengertiannya sebagai berikut.
Ketika orang sedang membaca, pada saat itulah sebenarnya orang sedang menikmati nilai pakai dari bahan bacaan yang sedang berada di hadapannya. Dimana letak nilai pakainya? Jawab: Pada saat si pembaca berusaha menyerap pemahaman yang dijabarkan dalam bahan bacaan dan kemudian dari situ dia berdialektika dengan sang penulisnya melalui berbagai pertanyaan yang diajukan oleh si pembaca (silahkan lihat kembali strategi mengatasi ngantuk saat membaca dengan cara mengajukan pertanyaan yang telah penulis sampaikan di muka). Pada saat pembaca berdialektika tersebutlah sebenarnya pembaca sedang melakukan pertukaran materi—pemikiran antara dirinya dengan sang penulis. Dialektika inilah yang akan membuat penulis terus terjaga (melotot terus tanpa harus disogok oleh kopi hitam) dan tidak mengantuk saat membaca.
Untuk memperkuat terjadinya dialektika antara pembaca dan sang penulis, menurut penulis, harus ada aktifitas menandai dan mencatat hal-hal yang dianggap penting oleh pembaca di dalam sebuah buku catatan tersendiri, bukan di atas bahan bacaan yang sedang ada dihadapannya. Mengapa pembaca harus mencatatnya di sebuah buku catatan tersendiri, misalnya di sebuah buku tulis? Karena, sebagaimana telah penulis sampaikan di muka, walau pun buku yang ada dihadapan pembaca adalah miliki pembaca sendiri, namun di dalam tradisi Marxis bahan bacaan tersebut mengandung kepemilikan secara kolektif. Artinya, buku yang pembaca miliki itu, sebenarnya tidak hanya pembaca saja yang memiliki kepentingan untuk membacanya, ada kemungkinan, entah kawan pembaca, sahabat pembaca, saudara pembaca, atau bahkan pewaris pembaca saat pembaca telah meninggal dunia (is dead!) juga memiliki kepentingan untuk membacanya. Ketika pihak lain membaca buku yang pada saat itu berada di hadapan pembaca, belum tentu kan ketika mereka membaca mengangap penting kalimat-kalimat yang telah pembaca tandai dan memberikan catatan ditepi-marjin bahan bacaan tersebut. Sadarilah bahwa mereka memiliki perspektif sendiri mana yang dianggapnya penting dan tidak terhadap bahan bacaan tersebut. Dengan anda memberikan coret-coret di dalam bahan bacaan yang sedang anda baca tersebut, sama saja anda merusak semangat koletifisme/kebersamaan yang terkandung di dalam bahan bacaan tersebut. Berdosalah orang yang suka corat-coret di buku bacaan, walau pun buku itu miliknya sendiri..!! J ... orang yang suka corat-coret diatas bahan bacaan akan aku kutuk menjadi kutu buku! *ha..ha..ha.. kutukannya kontradiktif banget ya...*
Jadi, berangkat dari apa yang telah disampaikan oleh Karl Marx, kalau dalam sistem kapitalisme orang bebas untuk merusak dan menghancurkan benda materil—komoditi (baca: bahan bacaan/jurnal/majalah/buku) yang dimiliki secara individual, namun di dalam semangat tradisi Marxisme, hal itu tidak dibenarkan. Walau pun bahan bacaan adalah milik pribadi si pembacanya, bahan bacaan tersebut mengandung adanya kepemilikan secara kolektif. Dan, oleh karena itulah pemiliknya harus merawatnya dan menjaganya seperti menjaga nyawanya sendiri: mencoret-coret berarti menghina dan membahayakan nyawanya sendiri *lebay ah..!!*
Berangkat dari apa yang telah penulis sampaikan tersebut, sekali lagi penulis tegaskan bahwa penulis tidak setuju apabila dalam melakukan aktifitas membaca, pembaca mencoret-coret (baca: memberikan tanda, mencatat hal-hal penting, atau membuat pertanyaan) buku yang sedang dibacanya. Menurut penulis, coret-coret itu sangat perlu dilakukan oleh pembaca untuk mengatasi masalah mengantuk pada saat membaca dan merengkuh secara maksimal pemahaman yang diperoleh oleh pembaca dari bahan bacaan terkait, namun hal tersebut harus dilakukan di dalam sebuah buku catatan (misalnya buku tulis kosong) secara terpisah.
0 komentar:
Posting Komentar